Fiqih adalah hasil dari sebuah proses yang dinamakan ijtihad, dan orang yang memproduknya adalah Mujtahid. adapun yang mendasari seorang mujtahid memproduksi fiqih itu ada dua hal pertama: tidak ditemukannya nash yang sorih atau jelas di dalam al Quran dan Hadis. kedua: adalah zaman waktu dan tempat serta objek yang berbeda sehingga diharuskan bagi para mujtahid untuk menghasilkan hukum yang up todate
Dasar utama dalam berijtihad adalah dialog Nabi Saw dengan Muadz bin jabal hadisnya sebagai berikut: Dari Muadz Rodiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulallah Saw. bersabda kepadanya ketika beliau mengutusnya ke Negeri Yaman: jika kamu dihadapkan pada suatu persoalan, bagaimana kamu memutuskanya? Muadz menjawab: saya memutuskannya berdasarkan kitabullah/al Quran, kemudian Rasululllah bertanya lagi: jika kamu tidak menemukan (jawaban itu) dalam Kitabullah? Muadz menjawab: saya akan memutuskan berdasarkan Sunnah Rasulullah, lalu Rasulullah bertanya lagi jika tidak ditemukan di dalam sunnah rasulullah? Muadz menjawab: saya berijtihad dengan nalarku dan aku tidak teledor dengan ijtihadku. kemudian Muadz berkata: lalu Rasulullah Saw. mengelus dadaku seraya bersabda: segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberi taufik kepada utusan Rasulullah Saw sesuai dengan yang dikehendaki/ diridoi Rasulullah.
Dari hadis di atas jelaslah bahwa Rasulullah menyetujui upaya Muadz dalam menghadapi masalah baru yang tidak ditemukan secara sorih baik di dalam Al Quran maupun di dalam Hadis,dan Rasul menyetujui Ijtihad.
Ijtihad banyak dilakukan oleh para Sahabat contohnya adalah Ijmaul quran yakni mengumpulkan al Quran yang berserakan di batu-batu dan di pelapah kurma menjadi satu mushaf. dan hal itu tidak pernah dilakukan di masa Nabi.
Ijtihad adalah hasil nalar manusia untuk melahirkan hukum yang disebut dengan fiqh dengan merujuk kepada nash-nash syari yakni al Quran dan hadis, maka bisa juga dikatakan bahwa ijtihad itu adalah menggabungkan antara nalar akal dan nasy syara’ atau dengan kata lain menggabungkan antara akal dan wahyu.oleh karena itu Imam as Syatibi berkata:
اجعل الشرع في يمينك والعقل في يسارك
Artinya: jadikanlah syariat di tangan kananmu dan letakkan akal di tangan kirimu (Abu Ishaq Asy Syatibi: al I’tishom, maktabah at tauhid, tth. juz III hlm. 408)
dari perkataan di atas dapat dikatakan bahwa dalam berijtihad tidak lepas dari nalar akal dengan tetap mengacu pada nash syara’
Nalar akal yang merupakan salah satu bagian dari ijtihad itu adalah berasal dari manusia yang berbeda pemahamannya, sehingga tidak heran jika hasil hukumnya akan berbeda, dengan demikian tidak aneh kalau dalam fiqh terjadi perbedaan pendapat.
Nalar fiqh setiap mujtahid berbeda karena berbeda latar belakang ilmu, tempat dan waktu, ada seorang ahli fiqh yang memahaminya secara tekstual murni seperti yang dilakukan oleh madzhab adh dhohiri yang dipimpin oleh dawud adh dhohiri kemudian dikembangkan oleh muridnya yang masyhur yaitu Ibnu hazam adh dhohiri.
Ada juga mujtahid atau ahli fiqih yang nalar akalnya dalam memahami nash itu dengan pendekatan akal murni bahkan menurutnya akal adalah sumber utama dalam berijtihad, mereka itu yang dikenal dengan aliran mu’tazilah yang dipimpin oleh seorang ulama besar bernama wasil bin Atho dan dikembangkan oleh muridnya al Jahiz,
Dan ketiga, ada ulama atau ahli fiqh yang dalam berijtihad itu berada di tengah-tengah pemahamannya yakni para ulama ahlussunnah wal jamaah tokohnya adalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafei, dan Imam Ahmad bin Hanbal.dan lain-lain
Dimasa sekarang ini kelompok yang memahami nash secara tekstual muncul kembali mereka memiliki jargon” kembali kepada al Quran dan Sunnah/ الاعادة الي القران و السنة” mereka berpendapat dalam menghasilkan hukum/fiqih tidak perlu lagi melihat pendapat ulama tetapi memahami langsung pada teks murni al Quran dan Hadis, mereka menganggap bahwa perkara yang tidak ada dalam al Quran dan sunnah dianggap bid;ah dan itu haram.sehingga mereka tidak melihat dan mempertimbangkan perbedaan tempat, waktu dan kondisi sosial masyarakat mereka berada.
menurut saya pemahaman tekstual mereka terhadap al quran dan al hadis tanpa melihat dulu konteknya. adalah suatu hal yang berbahaya dan akan menimbulkan produk hukum yang radikal. sebagai contoh di dalam al Quran surat at taubah ayat ke 5 , Allah Swt. berfirman:
فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ
Artinya:maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kamu jumpai mereka. dari ayat di atas secara tektual bisa kita pahami bahwa bila kita bertemu orang musyrik (hindu, budha) di mana saja, seperti di jalan di pasar di mall dan lain sebagainya langusung kita bunuh. pemahaman seperti ini sangat berbahaya dan sangat radikal. hal ini karena akibat memahami ayat hanya secara tekstual saja tanpa melihat konteksnya dan tanpa melihat asbab nuzulnya. maka menurut saya pemahaman ini berbahaya dan bisa mengakibatkan kekacauan di tengah masyarakat.
Kemudian ada sebagian kelompok yang pemahamnya lebih pada rasionalisme dan semua hukum harus diukur dengan logik atau tidak, serta tanpa adanya aturan. mereka ini yang memahami nash-nash al Quran dan hadis secara liberal. dan kelompok ini menghasilkan hukum Islam/ fiqh liberal
Fiqh moderat adalah upaya memahami nash al quran dan hadis dengan nalar moderat. ia berarti tengah-tengah, yakni tidak terlalu ke kiri juga tidak terlalu ke kanan.dan inilah yang penulis maksud dengan fiqih moderat.